CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Cari Informasi Apapun Yang Kamu Inginkan

Wednesday, February 22, 2006

Would You Marry Me?

Gak terasa hidup yang udah belasan bahkan puluhan tahun aku lewati, mungkin tiba-tiba akan sedikit berubah ketika menikah. Mungkin bahagia sekali rasanya saat pasangan kita bertanya:"WOuld You Marry Me?". Mungkin ketika aku merasa dia adalah seseorang yang begitu tepat untuk kujadikan teman yang akan menghabiskan sisa hidup bersamaku, mataku akan berkaca-kaca dan: "Of course, I Would"...

Setelah air mata menetes dan membasahi pipi yang mulai memerah, terdengar juga isak tangis bahagia para orang tua menyaksikan anak kesayangannya tengah bahagia setelah melewati proses ijab-kabul yang teramat khidmat. Bisa dibayangkan betapa sedih orang tua melepas anak tercintanya yang dulu masih sangat kecil dan butuh perhatian ekstra semasa bayi, atau mengharap perhatian sang ayah untuk sekedar mendengar cerita-cerita di sekolah, bahkan sekedar meminta pendapat sang ibu mengenai kuliah apa yang sebaiknya diambil kelak. Tapi kini, di depan orang tua sudah terlihat sosok lain yang dengan sepenuh hati telah siap mengemban tanggung jawab terhadap anak putri kesayangan mereka...

Mungkin Ayah atau Ibu akan sedih menyaksikan anaknya telah 'diambil' orang, tapi lebih tepat jika mengatakan bahwa mereka sebenarnya bahagia melihat anaknya aman bersama lelaki yang akan menjaganya seumur hidup. Itu bisa terlihat pada pancaran mata mereka yang begitu jernih dan ikhlas, merelakan seseorang yang begitu dicintai pergi menempuh kehidupan yang baru..

Perubahan hidup setelah menikah lambat laun secara alamiah akan terjadi. Ketika terbangun di pagi hari, seseorang yang senantiasa mencurahkan kasih sayang kepada kita ada di samping kita. Melihat senyumnya yang tulus saat raut muka terlihat masih mengantuk mungkin adalah suatu kebahagiaan yang tidak bisa dibayar dengan harga apapun. Dengan hanya bermodalkan kasih sayang yang mengalir tanpa henti, semuanya terasa indah...

Kesaktian yang telah menyatukan dua insan adalah sebuah CINTA. Perasaan mendalam itu ibarat modal utama ketika sebuah hubungan semakin memberikan suatu keyakinan.

Di awal pernikahan, mungkin bisa terbayang di benak kita (bagi yang belum menikah)..bahwa kekuatan utama memang terletak pada yang namanya CINTA. Tapi, pernahkan berpikir bahwa hal yang terpenting (kedua) setelah CINTA adalah bagaimana mempertahankan hidup ini, atau: bagaimana supaya kebahagiaan dalam berbagai hal bisa diraih dengan modal utama tadi:CINTA..

Aku jadi teringat dengan sebuah novel yang pernah kubaca beberapa hari yang lalu. Isinya memang mengajak untuk berpikir secara luas (kadang terbawa emosi juga sih).Ceritanya sebenernya cukup simple, seorang istri yang 'terobsesi' sama yang namanya "Test pack". Yapp bener!!setelah bertahun-tahun menikah dan menanam cinta dengan kadar tinggi pada hubungan pernikahan mereka, kehadiran buah hati yang tak kunjung muncul lama-lama menjadi sebuah tanda tanya besar:"Bener ngga bahwa CINTA adalah segalanya?" atau: "Memangnya cukup hanya CINTA aja?tanpa anak?Come on..just think it!!"

Sebagai wanita, aku juga kadang berpikir sih. Mungkin kalau masalah tidak bisa punya anak, itu tergantung dari Yang Diatas.. rasanya kita cuma bisa pasrah jika menghadapi kondisi seperti itu. Apalagi disebutkan di cerita tsb bahwa sang suami ternyata infertil!Kebahagiaan rasanya runtuh, gak lengkap, dan selalu merasa kurang: "Love is not enough!"

Berarti, harus banyak yang terencana saat mau menikah. Dalam hal financial, jangan sampai berantakan. Sekarang mungkin mulai berpikir, sebagai wanita bekerja..kalau sudah punya anak kelak:Dilema! berhenti bekerja untuk membesarkan anak dan mengurus urusan rumah tangga..atau tetap bekerja karena ingin mempertahankan financial. Resikonya, bisa-bisa si anak punya mental baby sitter atau pembantu!Bener-bener dilema kan?Apalagi aku bukan type wanita yang suka bekerja dirumah. Memasak pun aku gak terbiasa.Paling-paling hanya pekerjaan ringan yang rata-rata bisa dikerjakan oleh semua wanita..

Kehadiran anak, seperti yang aku bahas tadi, kalau dipikir-pikir memang kurang lengkap sih tanpa kehadiran mereka. Option lain mungkin bisa adopsi atau metode bayi tabung. Tapi, bagiku CINTA tetap nomor satu.. :-)

CINTA mungkin tetap kandidat terkuat yang sampai saat ini memberikan keyakinan utama. Tapi sejujurnya aku belum membuktikannya 100%, abisnya belum menikah sih!!!Hehehehe...

Ok, lihat saja nanti... apa bener bahwa CINTA adalah kebahagiaan utama... :-)

Jika Teringat...

Suatu saat, ketika aku sedang berbaring di kamarku (sedang berlibur lebaran di Bali), gak sengaja aku menatap serangkaian foto di tembok samping kamarku. Disitu terpampang sederet foto semasa kecil – aku, kakak-kakakku, dan kedua orangtuaku. Semua foto itu berlatar belakang tempat-tempat wisata di Indonesia – Keong Emas, Dufan, Taman Safari. Aku sempet ketawa sendiri melihat tampangku yang terlalu culun dan polos bergaya di depan kamera… wahh lucunya… ada juga tampangku pas lagi jutek gara-gara gak boleh ikutan naik binatang gajah bareng kakak-kakakku (binatang gajahnya beneran lho..!!)

Di frame paling ujung bawah, terpampang juga foto Ayah dengan mimik muka yang super lucu. Ohh..aku jadi inget bahwa memang alm. Ayah yang memasang semua foto-foto ini di kamar. Ah Ayah, beliau memang selalu berusaha membuat anak-anaknya bahagia. Setiap liburan sekolah, selalu punya rencana untuk mengajak anak-anaknya berlibur keluar Bali. Jadi, sekeluarga lengkap ikut semua kemanapun Ayah mengajak kami berlibur.. seru deh..

Ayah juga suka banget dengan fotografi, so banyak hal diabadikan diatas kertas foto yang sampai saat ini masih tertata rapi di dalam rak foto. Sehingga jika aku kangen masa kecilku, aku bisa seharian membolak-balik album foto yang jumlahnya puluhan lebih… It’s so nice…

Masa kecil…aku mendeskripsikannya sebagai masa dimana kebahagiaan mengalir tanpa henti, tanpa tekanan, full expression, everytime so happy!

Maklum, sebagai anak bungsu yang selalu butuh perhatian ekstra, sifat egoisku lebih sering muncul dibandingkan sifat mengalah dan mandiri. Itu wajar kan? Tapi yang kadang menjadi masalah, sampai saat ini pun sifat itu masih sering ‘mengganggu’ hidupku, yaitu sifat gak mau mengalah, egois, dan kadang keras kepala… gimana ya cara mengurangi kadarnya?? (kalau mo ngilangin jelas gak bisa kan?)

Yang jelas, aku gak pernah menyesal dan always smile jika mengingat-ingat masa kecilku dulu. Aku hanya mensyukuri apa yang Tuhan berikan untukku saat ini. Jika Tuhan mengambil Ayahku, itu berarti Tuhan sayang aku dan Tuhan mau agar aku menjadi mandiri… bukan anak kecil lagi… is that true?

Tuesday, February 21, 2006

Bali..oh..Bali...

Aku sempat terhenyak juga saat tahu ada bom meledak lagi di Bali. Walaupun lokasinya cukup jauh dari rumah orangtuaku, tanah kelahiranku itu udah tujuh belas tahun memberi aku ruang untuk membesarkan diri dan berkembang. Mulai keluar dari rahim ibu dan mengeluarkan suara berisik 'oekk oekk', merangkak, berjalan, main di playgroup, TK nol kecil, TK nol besar, SD, SMP, dan SMA...aku habiskan disana. Gimana ngga sedih coba, ngelihat orang-orang disana berduka karena sanak keluarganya meninggal dengan cara yang sangat-sangat tidak wajar. Apalagi yang meninggal terhitung paling banyak berasal dari Indonesia, yang notabene mereka gak punya salah apa-apa!Bejat banget itu teroris...

Apa si teroris nggak pernah berpikir bagaimana rasanya jika kematian tragis dan tidak wajar itu menimpa keluarga mereka sendiri: istri, anak, ipar, orangtua..?Ah tapi rasanya hanya kecil kemungkinan mereka sempat berpikir seperti itu, mereka aja ikutan mati kok gara-gara bunuh diri!Jadi, yang perlu dimusnahkan ya otak dari rencana dahsyat ini. Dahsyat menyerang jantung-jantung orang di Bali yang mendengar berita ini, dan dahsyat dalam kerangka mematikan orang (mo dibilang nggak dahsyat gimana, rata-rata korban ditemukan dalam keadaan kepalanya copot, tangannya lepas, kakinya putus, matanya keluar, otaknya bercerai-berai..dan hhhiiiihhh...udah deh jangan terlalu detail, kasian yang baca...hehehe).

Dan yang paling tidak bisa melupakan (butuh waktu lama) peristiwa itu mungkin adalah korban yang selamat, yang berhari-hari bahkan berbulan-bulan berbaring dirumah sakit dengan kondisi sakit di fisik dan juga trauma mental yang berkepanjangan. Menyedihkan!Aku belum bisa membayangkan penderitaan mereka, fisik dan mental. Mungkin butuh waktu sangat lama untuk bisa bangkit lagi, atau segera enyah saja dari pulau yang lama-lama bisa jadi pulau neraka dan biadab bagi sebagian orang.

Jadi, kenapa harus Bali?

Terlalu banyak alasan. Bisa saja itu bencana. Bisa pula pertanda. Atau itu teguran dari Tuhan. Yang jelas, siapapun pelakunya, walaupun sesama kaum muslim... sampai detik ini belum terlintas di benakku tentang pemikiran bahwa perbuatan itu benar, meskipun dalihnya pembelaan agama, jihad, atau apapun yang berbau perjuangan atas nama agama. Aku tetap berharap Bali kembali seperti biasa..jauh dari kesan 'kekerasan'!

Baliku, jangan pernah berubah ya…